Dewis Akbar

Saya selalu kagum dengan orang-orang yang, setelah menimba ilmu dan pengalaman di kota besar, memilih untuk kembali ke daerah asalnya dan berkontribusi membangun masyarakat di sana. Maklum, sebagai orang desa, saya pun termasuk dalam arus urbanisasi yang berpindah dari desa ke kota untuk mengenyam pendidikan dan mencari penghidupan.

Tidak ada yang salah dengan hal ini, karena memang realistis. Namun, bagi mereka yang memilih untuk kembali ke desa dan turut membangun daerahnya, rasa hormat dan apresiasi saya begitu besar. Dewis Akbar adalah salah satu sosok inspiratif tersebut.

Bayangkan, seorang lulusan Ilmu Komputer dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini memilih jalan hidup berbeda. Ia mengabdikan dirinya menjadi seorang guru SD di kampung halamannya, Garut, Jawa Barat. Bukan sekadar mengajar, Dewis punya semangat luar biasa untuk mengenalkan teknologi kepada anak-anak, bahkan di daerah yang serba terbatas.

MiniLab on Bike: Membawa Teknologi ke Pelosok Desa

Pembelajaran di lab kecil. Sumber: instagram.com/dewisakbar
Pembelajaran di lab kecil. Sumber: instagram.com/dewisakbar

Dewis mendirikan MiniLab on Bike, sebuah laboratorium komputer mini yang ia rancang di atas sepeda motor. Dengan inovasi ini, ia berkeliling dari sekolah ke sekolah, membawa teknologi dan pengetahuan ke pelosok desa di Garut. Dewis ingin memastikan bahwa semua anak, terlepas dari latar belakang dan lokasi mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang di era digital.

Pendirian MiniLab didasari karena Dewis menyadari banyak sekolah, terutama di area Regol Garut, yang tidak memiliki laboratorium komputer, sehingga pembelajaran TIK terbatas dan siswa kurang termotivasi.

 Ia pun memodifikasi ruangan di SDN Regol 10 menjadi lab komputer mini yang dapat “berjalan”. Dengan berkeliling menggunakan sepeda motor, Dewis membawa lab komputer mini ini ke berbagai sekolah. 

STEAM Club: Mencetak Generasi Digital yang Kreatif

Proses Pembelajaran di STEAM Club yang diinisiasi Dewis Akbar
Proses Pembelajaran di STEAM Club. Sumber: instagram.com/dewisakbar

Tak hanya MiniLab on Bike, Dewis juga mendirikan STEAM Club, sebuah wadah bagi anak-anak untuk belajar coding, membuat aplikasi, dan mengembangkan kreativitas mereka. Melalui STEAM Club,

Di STEAM Club, Dewis mengajar coding dan pembuatan program/aplikasi pada siswa kelas V. Berdasarkan berbagai artikel yang saya baca, Dewis mengalami tantangan saat menjalankan klub ini. Tantangannya, beberapa siswa belum pernah memakai komputer sehingga kesulitan untuk mengoperasikan seperti mengetik. Tentu ini berbeda dengan siswa yang sudah familiar dengan komputer di rumah.

Namun klub ini tentu berjalan dengan baik mengingat Dewis punya latar belakang ilmu komputer.

Gamelan Elektronik: Inovasi untuk Melestarikan Budaya

Proses pembelajaran gamelan elektronik
Proses pembelajaran gamelan elektronik. Sumber: instagram.com/dewisakbar

Yang membuat saya semakin kagum, Dewis tak hanya fokus pada teknologi modern, tetapi juga peduli pada pelestarian budaya. Ia menggagas gamelan elektronik, sebuah inovasi yang memadukan alat musik tradisional dengan teknologi terkini. Bayangkan, anak-anak bisa belajar bermain gamelan melalui aplikasi di smartphone!

Dewis, yang ternyata juga fasih bermain gamelan, bercerita bahwa idenya berawal dari keprihatinannya melihat anak-anak yang kurang tertarik dengan gamelan. Ia pun berpikir, bagaimana caranya agar gamelan bisa lebih menarik dan mudah dipelajari oleh generasi muda. Berbekal semangat dan kreativitas, Dewis pun menciptakan Saron Simulator, aplikasi Android yang memungkinkan pengguna untuk belajar bermain gamelan secara virtual.

“Aplikasi  ini  kami  rancang  agar  teman-teman  bisa  belajar  dan  bermain  gamelan  dengan  mudah,”  kata  Dewis seperti yang diungkapkan pada Good News Indonesia. 

Uniknya,  Saron Simulator  ini  bukan  sekedar  aplikasi  di  layar  komputer.  Dewis  dan  murid-muridnya  merakit  instrumen  dari  bahan-bahan  sederhana  seperti  akrilik  dan  kayu,  kemudian  menghubungkannya  dengan  aplikasi  yang  telah  diprogram.  Suara  gamelan  dihasilkan  dari  sampel  suara  yang  direkam  langsung  dari  gamelan  asli  menggunakan  ponsel.

“Dengan  coding,  sampel  suara  itu  kami  masukkan  ke  dalam  aplikasi.  Jadi,  ketika  instrumen  dimainkan,  suara  yang  keluar  persis  seperti  gamelan  asli,”  jelas  Dewis lagi. 

Saron Simulator  dimainkan  layaknya  gamelan  biasa,  namun  dengan  bentuk  yang  lebih  ringkas  dan  modern.  Tak  berhenti  di  saron,  Dewis  dan  siswa-siswanya  terus  berinovasi  mengembangkan  aplikasi  ini  untuk  mencakup  instrumen  gamelan  lainnya,  seperti  peking,  bonang,  jengglong,  gong,  dan  kempul.

Kreativitas  Dewis  dalam  memadukan  teknologi  dan  budaya  tak  terhenti  di  situ.  Ia  bahkan  mengembangkan  instrumen  gamelan  elektronik  yang  lebih  interaktif,  yang  bisa  dimainkan  dengan  gerakan  tubuh,  misalnya  dengan  menyentuh  hidung!

Penghargaan dan Pengakuan

Dewis Akbar mendapat penghargaan dari SATU Indonesia
Dewis Akbar mendapat penghargaan dari SATU Indonesia. Sumber: instagram.com/dewisakbar

Dedikasi dan inovasinya ini membawa Dewis meraih berbagai penghargaan, salah satunya SATU Indonesia Award 2016 dari PT Astra International Tbk. Penghargaan ini merupakan bukti nyata bahwa semangat Dewis dalam memajukan pendidikan dan melestarikan budaya telah diakui dan diapresiasi. Ia juga mendapatkan penghargaan lainnya, seperti Indonesia ICT Awards (Inaicta) 2014 dan Merit Award Asia Pacific ICT Alliance (Apicta) Awards 2014.

Mewujudkan Mimpi Pendidikan yang Merata

Dewis memiliki mimpi besar untuk membangun model pendidikan ICT yang terdesentralisasi dan terlokalisasi, sehingga dapat menciptakan akses bagi generasi muda ke dalam dunia digital, khususnya di daerah terpencil. Ia ingin agar semua anak di Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan mengembangkan potensi mereka di era digital.

Inspirasi bagi Negeri

Kisah Dewis Akbar menginspirasi saya, dan mungkin juga banyak orang. Ia menunjukkan bahwa inovasi bisa lahir dari mana saja, bahkan dari sebuah desa kecil di Garut. Ia juga membuktikan bahwa teknologi dan budaya bisa berjalan beriringan, saling melengkapi, dan menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Dewis Akbar adalah sosok penggerak, inovator, dan pelestari budaya. Ia adalah contoh nyata bagaimana seorang individu bisa membuat perbedaan dan memberi dampak positif bagi masyarakat dan negeri. Salut untuk Dewis Akbar dan perjalanannya! Semoga kisahnya bisa menginspirasi lebih banyak lagi anak muda, khususnya mereka yang tumbuh di desa, menimba ilmu di kota, dan kemudian kembali untuk membangun daerah asalnya.

Leave a comment

Quote of the week

"People ask me what I do in the winter when there's no baseball. I'll tell you what I do. I stare out the window and wait for spring."

~ Rogers Hornsby