Pada 17 November 2024 bertempat di Moritz Smart Bandung, saya berkesempatan untuk datang ke acara sejenis FGD yang diselenggarakan BloggerBDG. Pada event ini, ada dua topik pembahasan penting. Yang penting soal bagaimana cara kita tampil atau bergaya yang sesuai dengan muka kita. Biasa disebut sebagai Colorful Personal branding. Yang kedua, bahas soal perkembangan dunia citizen journalisme bersama para tenaga pendidik dari Telkom University.
Namun, di artikel kali ini bukan itu yang bakal saya bahas. Saya bakal bahas soal itu di lain kesempatan. Fokus pembahasan saya kali ini adalah soal impresi saya terhadap buku yang saya baca, yakni Digital Public Relations.
Buku tersebut merupakan karya dari Dudi Rustandi, yang merupakan dosen di Telkom University mengisi kegiatan yang tadi saya sebutkan.
Jujur saja, saya belum beres membaca semua isi buku, baru sampai setengahnya. Karena itu, saya lebih suka menyebut tulisan ini sebagai impresi atau pengalaman saya membaca buku tersebut.
Untuk identitas bukunya, bisa detailnya berikut ini.
Identitas Buku
Judul: Digital Public Relations
Penulis: Dudi Rustandi
Penerbit: Simbiosa Rekatama Media
Jumlah Halaman: 244 halaman
Tahun Terbit: 2024
ISBN: 978-623-6625-85-9
Buku tersebut membahas soal Public Relations, tapi bukan tataran yang luas, lebih fokus pada Public Relations di era digital. Buku ini jujur menarik karena saya dulu sempat ingin jadi seorang PR dan masuk jurusan Ilmu Komunikasi. Namun, nasib saya kayaknya lebih cocok masuk jurusan Sastra.
Di awal tulisan, Dudi Rustandi mengajak pembaca untuk mengenal era komunikasi digital dari PR 1.0 hingga PR 5.0. Di dalamnya dijelaskan tentang bagaimana PR mengalami transformasi yang signifikan, yakni era saat internet dan media sosial menjadi alat utama dalam menjalankan fungsi kehumasan, Karena itu, muncul istilah yang disebut Digital Public Relations
Pada tahapan awal, Kang Dudi dengan menjelaskan cukup rinci tentang pergeseran fase digital dalam dunia PR, mulai dari media konvensional seperti koran, radio, dan televisi hingga ke media digital yang kini mendominasi.
Bahasan yang menarik menurut say ada di bagian soal pergeseran penggunaan media. Seperti terlampir pada gambar di bawah ini.

Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa dulu, era pertama, media massa seperti televisi dan radio mendominasi lanskap informasi, dengan karakteristik yang sangat terpusat. Informasi mengalir satu arah, dari sumber ke khalayak, dan khalayak dianggap sebagai massa yang homogen. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi digital, terutama internet, pola komunikasi ini mengalami pergeseran drastis
Era media kedua ditandai dengan munculnya media interaktif yang memungkinkan komunikasi dua arah. Setiap individu kini tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen konten. Media sosial, misalnya, telah menjadi platform utama bagi orang-orang untuk berbagi ide, opini, dan kreativitas.
Hal ini telah mendemokratisasi akses informasi dan memberikan kekuatan yang lebih besar kepada masyarakat untuk membentuk opini publik. Era media ini juga yang melahirkan profesi baru seperti Blogger, Youtuber, Influencer, atau pekerjaan digital lain yang sejenis.
Di bagian lain, buku ini juga membahas soal personal branding. Di era digital, setiap individu memiliki kesempatan untuk membangun citra diri sendiri. Personal branding menjadi sangat penting, terutama bagi mereka yang berkiprah di dunia digital.
Kang Dudi juga menekankan pentingnya konten yang berkualitas. “Content is the king” bukanlah sekedar slogan. Konten yang mendalam, informatif, dan menarik akan mampu menarik perhatian publik dan membangun engagement yang kuat.
Sebagai seorang blogger, saya merasa tertantang untuk terus meningkatkan kualitas konten yang saya hasilkan. Apalagi dengan perkembangan algoritma dan kecerdasan buatan, konten bagus jadi prioritas, tidak sekadar ada saja.
Oh yah, saya juga sempat membaca bagian akhir buku sekilas, ada yang menarik kalau menilik daftar isinya, yakni bagian Corporate Blogging sebagai Digital Public Relation.
Bagian ini sangat penting untuk jadi sorotan. Terutama karena di dalamnya, membahas soal dampak blog dan forum dalam memberikan efek pemasaran ke perusahaan. Di bahas juga langkah-langkah strategis bagi para PR digital untuk melakukan corporate blogging.
Memahami bab ini bisa jadi bakal untuk para blogger yang mungkin profesi sampingan seperti menangani website perusahaan. Karena beberapa teman saya, memang ada juga yang berprofesi content manager website corporate.
Oh yah, buku ini juga bahas soal kegiatan pemasaran digital lain, tidak sekadar blog dan media sosial. Ada juga pembahasan soal SEO dan email marketing meski tidak terlalu dalam.
Buku “Digital Public Relations” ini memberikan banyak insight berharga bagi saya. Saya banyak belajar tentang pengimplementasian kegiatan pembuatan konten digital dengan ranah Public Relation.
Saya juga belajar tentang cara mengoptimalkan media sosial untuk mencapai tujuan kehumasan.
Secara umum, bukunya menarik dan lengkap. Kalau pun ada catatan, mungkin kutipan dari pakar tidak usah terlalu banyak. Tapi, ini saya bisa pahami karena penulis adalah seorang peneliti dan dosen. Akhir kata, saya ucapkan, terima kasih Kang Dudi Rustandi atas karya yang sangat bermanfaat ini. Buku “Digital Public Relations” layak dibaca oleh siapa saja yang ingin memahami dunia PR di era digital, baik para praktisi PR, mahasiswa, blogger, maupun masyarakat umum.

Leave a comment