Tidak pernah kuduga malam itu, Bodrex juaranya cepat. Yah aku pikir itu benar. Sore tadi aku sangat kelelahan. Meski pekerjaanku sebagai penulis freelance hanya duduk depan komputer, tetapi otak ini harus berputar setidaknya untuk menyelesaikan banyak tulisan yang harus kukirim pukul dua belas malam ini. Masih ada dua tulisan lagi tetapi otakku menggeliat dengan urat nadi-nadinya, meronta-ronta tak karuan. Darahku tampaknya turun. Menggerakan badan sedikit saja kepalaku bagai terkena gampa Tsunami Aceh.
Temanku bilang kepalaku sakit karena efek berlama-lama menatap layar. Sebelum magrib berkumandang ia tadi datang ke kosanku. Melihat kondisiku, dia tidak sungkan meluangkan waktunya untuk membeli obat.
“Minum ini, tadi kebetulan beli rokok ke warung sekalian aja beli obat ini”
“Makasih yah” kataku dengan tenang.
“Cepet sembuh yah, mau cabut dulu, ga bisa lama”
“Ok gapapa, nanti aku makan dulu sebelum minum”
“Gak perlu kali, udah minum aja, ntar aja makan malamnya. Nanti malam deh dibawain”
“Serius?”
“Tenang aja lagi ada rejeki nih, pamit yah” katanya meneyringai.
“Ok, makasih yah”
Setelah dia pergi aku minum obat Bodrex Migra. Karena aku tadi cerita pada temenku kalau aku sakit kepala sebelah, temenku memberikan obat jenis ini, obat khusus sakit kepala sebelah. Setelah meminum obat ini, beberapa saat aku agak mendingan. Obat ini sangat bereaksi cepat. Tadinya aku mau langsung mengetik kembali karena keadaanku sedikit lebih baik. Tetapi akan lebih baik jika aku istirahat sebentar.
Aku tiduran. Keadaan sangat lebih baik. Bodrex juaranya cepat, cepat diminum cepat juga bereaksi. Kepalaku yang tadinya berdenyut-denyut kini denyutnya mulai menciut. Perasaan lapang dan tenang seakan mengalir dari ujung kaki sampai ujung kepala. Aku tidak lagi merasa ada lingkaran berputar di atas kepalaku. Langit-langit kamarku yang kupandang bahkan terlihat seperti matahari yang bersinar pada pagi hari. Keadaan lebih baik, otakku berpelangi dan memberikan inspirasi. Aku bergerak cepat. Satu jam setelah meminum obat ini, aku kembali menulis. Bahkan dalam waktu enam puluh menit, aku bisa menyelesaikan kedua sisa tulisanku.
Setelah pekerjaanku selesai, aku membuka akun Facebook-ku. Iseng sekali malam itu untuk melihat koleksi foto-foto di album. Ada album zaman kuliah, album saat berlibur dan juga album saat kegiatan seni. Aku buka album seni itu. Saat melihat foto-foto itu, aku jadi ingat kejadian itu. Kejadian yang ada hubungannya dengan apa yang barusan terjadi denganku. Suatu hal yang cukup kecil namun memberi arti. Hal itu terjadi berkat Bodrex juaranya cepat.
Cerita 3 Tahun Lalu
Tiga tahun lalu, tepatnya bulan Desember 2013. Aku adalah pelatih ekskul teater di sebuah sekolah kejuruan negeri di Bandung. Nama klub ini adalah Teater Rupa. Ekskul ini sudah lama berdiri namun sempat vakum beberapa lama. Kedatanganku pada tahun 2009 membuat ekskul ini aktif kembali. Aku sedikit membawa perubahan pada ekskul ini. Salah satu perubahan terbesar adalah memperbaiki struktur organisasi di dalamnya.
Untuk menguji kemampuan anak-anak yang telah dibina , aku mengadakan pertunjukan mandiri di sekolah. Pertunjukan itu berlangsung tanggal 2 Desember 2013. Bukan naskah drama remaja yang kami mainkan. Bukan pula naskah komedi. Dengan percaya diri dan nekad, aku menggarap naskah “Babad Tanah Daha”. Naskah yang ditulis oleh temanku, Arief Maulana ini bercerita tentang cerita Calon Arang, sebuah Legenda dari Bali. Mengingat ini kebudayaan Bali, garapan akan dipenuhi dengan unsur kebudayaan Bali, seperti tarian kecak, pemujaan, bahkan motif baju yang kami pakai.
Pertunjukan belangsung baik sebenarnya. Hanya saja, pemeran utama, Ryandi Rachman, (saat itu kelas XI) yang memerankan peran Calon Arang terkendala masalah kesehatan. Sehari sebelum pementasan ia tidak latihan dan kami dibuat kelabakan karenanya. Bahkan saya dan tim pelatih berencana untuk mengganti Ryandy. Namun itu semua hanya tinggal rencana karena esok harinya, Ryandy datang. Ia meminta maaf karena kondisi badannya sedang tidak enak badan.
Aku agak khawatir dengan kondisinya. Beberapa jam lagi pementasan akan segera dimulai. Dan dia memang terlihat tidak dalam keadaan prima. Aku konsultasikan hal ini pada rekanku. Kami sedikit khawatir.
“Yakin mau pentas?” tanyaku pada Ryandi.
“Gapapa ko, cuman pusing kepala” katanya dengan tenang.
Syifa, rekan Ryan yang juga pemimpin dari klub ini datang ke kami berdua.
“Ryan, minum obat ini coba?”
“Ah Syifa males minum obat” rengek Ryan.
“Kamu teh jaga kesehatan atuh, coba minum obat aja”
“Bener Ryan, coba aja yah. The Show Must Go On’!” kataku meyakinkan dia.
Akhirnya Ryan minum obat yang diberikan Syifa. Obat dengan kemasan warna merah dan berbentuk tablet itu sangat kukenal. Obat itu cukup populer di berbagai media. Aku tidak begitu menghiraukan merk apa saat itu. Aku tetap khawatir kondisi Ryan. Namun keraguanku sirna saat Ryandhi memerankan perannnya sebagai Calon Arang. Ia tidak terlihat seperti baru sembuh sakit. Kondisi Ryan saat itu tampil prima. Ialah bintangnya pada pertunjukan itu. Pertunjukan kami sukses meski ada beberapa penonton yang cukup histeris saat ada adegan yang tergolong mistis.
Tampaknya obat itu benar-benar bekerja. Bodrex juaranya cepat memang obat yang tepat. Dia bekerja pada saat waktu tergesa-gesa. Dia menjadi penting pada saat waktu genting. Dia sangat berguna ketika kita sakit kepala. Apa yang terjadi dengan Ryan beberapa tahun lalu itu kini terjadi padaku. Berkat Bodrex, aku bisa menyelesaikan pekerjaanku.
Tidak kali ini saja sebenarnya efek dari Bodrex juaranya cepat. Saat akan berkunjung ke Curug Cinulang di Sumedang bersama kawan-kawan sanggar, salah satu temanku agak sedikit meriang. Untung sebelum pergi, dia telah minum Bodrex Flu sehingga saat perjalanan ia terlihat ceria dan melupakan sakitnya.
Di tengah lamunan akan kenanganku, aku dikejutkan oleh suara pintu yang diketuk. Sang pengetuk menyebut namaku. Dari suaranya sudah jelas itu Awan, temanku yang tadi sore. Aku harus membuka pintu dan mengucapkan terimakasih padanya karena memberikan obat yang tepat, Bodrex juaranya cepat. Dan aku juga sangat lapar malam itu…..