Suasana Senja MRAN 2015
Suasana Senja MRAN 2015

Sore itu, 23 Mei 2015, di Taman Musik Bandung, aku merasakan sesuatu yang tidak biasa. Bukan soal acara musik atau kegiatan musik di tempat ini. Tetapi sebuah kegiatan yang bahkan tidak pernah aku duga untuk mendatanginya.

Aku datang bersama teman, bersama seorang yang singgah hati. Dia lebih banyak diam tetapi aku tahu pada relung hatinya dia tidak menyangka ada acara yang sangat memedulikan orang-orang yang terkena AIDS, atau umum disebut ODHA (Orang dengan HIV AIDS).

Senja yang temaram itu pun jadi syahdu ketika banyak orang menyimpan bunga pada kain-kain yang bertuliskan nama. Aku tidak paham tadinya. Yang kutahu mereka meninggal terkena AIDS. Kukira semuanya terkena AIDS karena perbuatan mereka sendiri, yakni seks bebas. Tapi, setelah kutanya pada salah seorang panitia, mereka ini adalah orang-orang yang tidak sengaja mendapatkan AIDS dalam tubuh mereka. Mereka adalah orang-orang yang berjuang untuk hidup. Yang mencoba mencari cara agar terus bertahan dari serangan virus yang menggerogoti tubuh mereka.

Oh yah, aku diberi bunga oleh panitia untuk disimpan di salah satu kain yang ada tulisan namanya. Aku menyimpannya pada seseorang yang tidak kukenal. Tidak peduli siapapun itu, aku turut simpati. Mendukung dan mengingat orang-orang yang terkena AIDS adalah suatu gerakan yang kemudian aku tahu sebagai bagian dari rasa solidaritas tinggi antarmanusia.

Nama-nama yang pergi
Nama Mereka yang Telah Pergi

Aku memotret banyak hal. Mengambil gambar ketika orang-orang turut merasakan simpati dengan menyimpan bunga pada nama-nama di kain itu. Aku salut karena banyak orang yang turut serta memberikan dukungan. Hanya saja kadang aku selalu bertanya, apakah mereka benar-benar tulus melakukannya? Atau hanya karena ikut-ikutan? Entahlah, aku tidak mau berburuk sangka.

Aku kemudian duduk bersama temanku. Menatap semua orang yang sibuk dengan memberikan bunga, yang sibuk dengan menyimpan bunga, yang sibuk dengan foto-foto, dan yang sibuk dengan latihan paduan suara. Ah, Andai aku bisa bernyanyi, aku ingin berada di barisan sana. Menyanyikan lagu-lagu simpati dengan nada-nada yang menyayat hati. Sayang, aku terlahir dengan suara yang kurang bagus. Aku lebih baik jadi pendengar dan mendengarkan suara-suara dari Paduan Suara Maranatha itu.

Latihan Paduan Suara
Latihan Paduan Suara

Senja itu semakin gelap, semakin membuat langit di atas Taman Musik menghitam. Tapi semangat para paniti dan orang yang menyaksikan ini tidak sehitam langit di atas sana. Ada keharuan ketika kemudian banyak lilin menyala. Ketika kemudian acara dimulai, yakni Malam Renungan AIDS Nusantara. Semua orang berkumpul, membawa lilin, melingkar, membawa kesunyian malam minggu itu menjadi syahdu. Terlebih ketika semua berkumpul membentuk lingkaran, memberikan doa untuk mereka yang meninggalkan dunia terlalu cepat.

Aku jadi terharu. Aku tidak mengenal sesiapa pun diantara mereka. Tetapi suasana syahdu, lagu yang menyayat, dan dukungan terhadap mereka yang mencoba hidup tentu begitu mengiang-ngiang otaku. Seakan-akan aku larut dalam hidup mereka. Seakan-akan aku pernah mengenal mereka. Seakan-akan mereka berbisik dalam wujud cahaya yang tak berwujud nyata. Mungkin mereka akan berkata terimakasih kepada orang-orang yang telah memberikan doa dan dukungan kepada mereka. Mereka yang tidak pernah menyangka hidupnya menjadi terlalu singkat hanya karena sesuatu yang sebenarnya tidak mereka lakukan.

Angin di taman musik pun begitu dingin. Sedingin minuman es yang tadi kumakan siang hari. Dan dingin ini menjadi sedikit hangat dengan lilin-lilin itu. Sayang, baterai ponsel cerdasku sudah tidak ada daya untuk merekam momen indah ini.

Beberapa momen yang terekam kamera saat senja pada acara Malam Renungan AIDS Nusantara 2015

Cukup Banyak yang Peduli Terhadap Acara Ini
Cukup Banyak yang Peduli Terhadap Acara Ini
Artefak Kenangan yang Bagus
Artefak Kenangan yang Bagus
Para Pemberi Bunga
Para Pemberi Bunga
Memberikan Bunga Sebagai Bentuk Dukungan
Memberikan Bunga Sebagai Bentuk Dukungan