Saya tidak pernah tahu kalau novel “Ketika Mas Gagah Pergi” karya Helvy Tiana Rossa sebegitu fenomenalnya. Maklum, ketika novel itu keluar, saya masih belum bergulat dalam dunia sastra.
Baru ketika saya kuliah (tahun 2005), saya mengenal beberapa karya sastra, termasuk novel Islami. Salah satu pengarang novel Islami yang populer adalah Helvy Tiana Rossa. Meski jarang dibahas di kuliah, novel-novel Islami ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan karya sastra di Indonesia.
Dan, salah satu novel yang cukup berpengaruh adalah “Ketika Mas Gagah Pergi”.
Banyak orang membicarakan novel ini. Saya tidak tahu kenapa karena saya juga belum sempat membacanya.
Tapi kemudian saya tahu “Ketika Mas Gagah Pergi” kuat dari segi moral dan pesan-pesan yang disampaikannya. Saya baru tahu tentang kekuatan cerita ini bukan dari novelnya, tetapi dari sinopsis film Ketika Mas Gagah Pergi”.
Yah, seperti halnya novel populer kebanyakan, novel “Ketika Mas Gagah Pergi” juga diangkat ke layar lebar. Yang menarik, produksi flm ini tidak melibatkan rumah produksi besar. Film ini diinisiasi oleh Helvy Tiana Rossa sendiri dengan mengumpulkan dari berbagai kalangan termasuk dari para fans novel “Ketika Mas Gagah Pergi”.
Keuntungan yang didapat dari film ini nantinya pun sebagian akan disumbangkan ke Palestina dan orang-orang di Indonsia Timur untuk bidang pendidikan.
Suatu tujuan yang mulia tentunya.
Darimana saya tahu semua ini? Kebetulan saya menghadiri Meet & Greet Bareng Pemain Film “Ketika Mas Gagah Pergi” di MG & Co Eatery, sebuah kaffe yang dekat dengan taman fotograrfi. Tepatnya di Jln. Taman Cempaka no 7 Bandung.
Acara Meet & Greet itu berlangsung pada 27 Januari 2015 mulai Pukul 19.00-21.00.
Acara tersebut tidak menghadirkan Helvy Tiana Rossa. Hanya tiga pemain utama yang hadir pada acara tersebut. Pertama, Hamas Syahid Izzudin yang berperan sebagai Mas Gagah. Kedua, ada Aquino Umar yang berperan sebagai Gita, adiknya Mas Gagah.
Ada juga tokoh lainnya, yakni Yudi yang diperankan oleh bintang muda baru, Masaji Wijayanto.
Sayangnya, tokoh yang saya harapkan untuk datang tidak bisa hadir. Tokoh tersebut adalah Izzah Ajrina yang berperan sebagai Nadia.

Pada kesempatan itu, para pemainnya bercerita tentang proses dibalik layar pembuatan “Ketika Mas Gagah Pergi”. Hamas Syahid Izzudin bercerita soal beberapa degan yang harus ia lakukan beberapa kali karena kendala tertentu.
Masaji Wijayanto bercerita tentang bagaimana ia observasi akan perannya. Misalnya, saat ia berdakwah di bis dan ia melakoninya.
Ada juga cerita dari Aquino Umar yang gara-gara film “Ketika Mas Gagah Pergi”, dia menjadi lebih dalam mengetahui tentang Islam. Aquino Umar bercerita kalau sebelumnya ia bisa dikatakan kurang dekat dengan agama. Hidayah itu datang ketika ia menjalani proses pembuatan film “Ketika Mas Gagah Pergi”.
Banyak juga cerita-cerita lain yang cukup mengejutkan dan membuat “Ketika Mas Gagah Pergi” ini menurut saya menjadi film yang cukup layak ditonton.
Di tengah diskusi, saya dikejutkan karena pada acara tersebut, hadir Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Saya tidak menyangka beliau akan hadir. Dan menariknya, beliau juga ternyata mengikuti perkembangan pembuatan film “Ketika Mas Gagah Pergi” dan mengapresiasi kehadirannya.

Beliau pun berjanji akan mengajak keluarga untuk menyaksikan “Ketika Mas Gagah Pergi” saat tayang nanti.
Nah, sekelas Gubernur saja mengapresiasi film ini. Saya juga ga mau kalah dong, saat film ini hadir, yang direncankan hadir pada Januar 2016, saya akan coba ajak teman dan kerabat saya untuk menonton.
Oh yah, bagi pembaca yang ingin mengetahui seperti apa film “Ketika Mas Gagah Pergi”, bisa dilihat trailer-nya berikut ini.
Sebagai penutup, saya sertakan foto kawan-kawan saya bersama Pak Gubernur. Saya dimana? Jelas yang memotretnya

jadi tukang motret, gpp, next time bakal foto bareng sama Helvy nya …
btw sy termasuk yg menantikan film ini ..
tks ulasannya, cukup menarik & bermanfaat
Baru ingat kalau Hilman itu “anak sastra” ^_^
sy juga hobi main teater meskipun sudah mulai ditinggalkan