“Demokrasi yg terlalu luas akan kontradiktif dengann persatuan/integritas”

Sebuah kalimat yang diungkapkan oleh Maaruf Cahyonom, Sekjen MPR yang masih tergolong muda untuk ukuran jabatan birokrat yang didudukinya. Sebuah kalimat yang menampar kepada kita tentang persatuan.

Yah, persatuan, suatu kalimat yang belakangan didengungkan dan ramai diperbincangkan. Gejolaknya sudah mulai ketika era Pilpres 2014 yang kemudian memiliki cerita bersambung pada Pilkada 2017.

Tapi pada kesempatan ini, sekaligus menjelang detik terakhir hari Pancasila, saya tidak akan bicara politik. Terlalu riuh masalah ini jika saya sentuh.

Karena saya menulis di Hari lahirnya Pancasila, saya akan bahas hal ini.

Bukan sok-sokan ikut meramaikan hari Pancasila juga sih. Sebabnya, tanggal 20 Mei 2017, bertempat di Novotel Bandung, saya menghadiri kegiatan ngobrol santai antara netizen (warganet) dengan MPR.

Pada kesempatan tersebut, fokusnya adalah soal 4 Pilar Kebangsaan yang menyentuh banyak aspek, tidak hanya soal politik dan sosial tetapi juga menyentuh aspek kehidupan lain, termasuk aspek budaya dan dunia kreatif. Berat yah? Ehmm sebenarnya gak terlalu berat juga sih ketiika mengikuti kegiatan ini. Pasalnya, narasumber yang berasal dari MPR juga tidak terkesan menggurui layaknya kita belajar PPKn. Namanya juga diskusi santai, obrolannya lebih banyak dua arah, termasuk soal MPR meminta saran dari netizen.

Yang jadi fokus perhatian saya adalah ketika Pak Sekjen MPR berpidato soal 4 Pilar Kebangsaan.

Pada kesempatan kesan serius dari teman-teman netizen yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat tampak terlihat serius. Pak Sekjen begitu tegas dalam menyampaikan soal pentingnya 4 Pilar Kebangsaan, termasuk soal betapa pentingnya masyarakat untuk tahu peran-peran dan wewenang dari lembaga negara yang ada.

Diantara pemaparan Pak Sekjen MPR tersebut, ada dua pokok yang saya perhatikan betul. Pertama adalah tentang kalimat yang diucapkan beliau yang jadi pembuka tulisan ini. Kedua adalah saat beliau membacakan puisi yang masih berhubungan dengan 4 Pilar Kebangsaan yang bisa disimak pada twit saya berikut ini.

//platform.twitter.com/widgets.js

Soal yang pertama, ini perlu saya pertegas. Saya sangat setuju dengan negara demokrasi, sebuah konsep negara yang bebas menyuarakan pendapat. Tapi tidak asal-asalan. Karena demokrasi yang terlalu luas, dalam hal ini, demokrasi yang terlalu kebablasan pada akhirnya akan membuat negara seperti terpecah-belah.

Sebuah pernyataan yang sebenarnya sedang terjadi karena lagi hangat-hangatnya.

Karena itu, sangat penting bagi kita agar tidak melakukan demokrasi yang kebablasan. Caranya, tentu dengan menjunjung nilai-nilai dari 4 Pilar Kebangsaan.

Dari tadi dibahas soal 4 Pilar Kebangsaan, apa saja 4 Pilar Kebangsaan itu?

Ini dia jawabannya.

1. Pancasila

Adanya hari lahir Pancasila yang kemudian jadi hari libur nasional (1 Juli) mengindikasikan bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang penting. Tidak hanya untuk dihafal kelima sila-silanya tetapi juga dipraktikan dalam segala aspek kehidupan. Terutama poin ketiga, Persatuan Indonesia.

Mengapa Pancasila itu penting? Karena Pancasila adalah falsafah hidup dari Indonesia. Pancasila adalah sumber hukum nasional, yang sudah jadi TAP MPR RI.

2. Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika adalah pilar yang sebenarnya harus dilihat banyak orang saat ini. Di tengah ramainya soal isu perbedaan, situasi bisa kembali adem jika semua menilik kembali dan paham pada semboyan yang ada dalam lambang negara kita, Burung Garuda.

Semboyan yang tidakk hanya kumpulan huruf tetapi punya arti penting bahwa pada dasarnya perbedaan yang ada di Indonesia pada akhirnya adalah untuk mempersatukan kita. “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.

3. UUD 1945

Hukum dasar negara dan peraturan perundang-undangan negara Indonesia semuanya tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 atau UUD 1945. Pilar inilah yang jadi acuan sebagai hkum dasar dari segala aspek, mulai dari pembentukan perundang-undangan serta aturan atau norma yang harus dilakukan.

UUD 1945 ini jugalah yang menjadi acuan betapa kita tidak bisa main hakim sendiri untuk berbagai kasus yang terjadi. Karena semua aturan atau ketentuan yang ada dii UUD 1945 harus ditaaati dan dilaksanakan. Hal ini bukan berarti negara menganut cara diktator tetapi ini soal sikap yang tidak boleh sembarangan selama itu berhubungan dasar dan hukum negara yang sudah tertulis sesuai UUD 1945

4. NKRI

Pilar keempat harus dipahami sebagai sebuah kesatuan utuh yang tak mengenal jarak, tempat, dan waktu, Artinya, betapapun, kita berada di beda kota, beda provisinsi dengan segala perarturan daerahnya, beda pulau, bahkan beda zona waktu, selama itu ada di wilayah dari Sabang sampai Merauke, maka kita adalah kesatuan utuh yang dinamakan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)

NKRI adalah konsep negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan. Semangat yang sudah ditularkan sejak dulu kala. Sebuah semangat yang mempersatukan suku, ras, agama, budaya dan adat istiadat yang ada di Indonesia.

Menilik keempat pilar tersebut, jelas bahwa negara ini sebenarnya sudah punya pondasi yang kuat soal persatuan. Dan hal itu tidak hanya tercantum dalam Pancasila, tetapi juga dalam Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945, dan juga NKRI sebagai bentuk negara.
Tidak sia-sia, saya hadir pada gelaran acara bareng MPR tersebut. Saya punya bekal penting yang sekaligus menjadi tamparan buat saya untuk tetap kembali kepada persatuan karena kita hidup di Indonesia tidaklah sendirian.

Terakhir, meskipun terlambat, izinkan saya bilang, Selamat Hari Lahir Pancasila