Awal tahun 2018 ini, JNE bekerjasama dengan salah satu perusahaan supply chain di Bandung, PTS.sc mengeluarkan apa yang disebut sebagai Friendly Logistic. Friendly Logisitics ini merupakan layanan untuk membantu dan memberikan solusi atau end to end solutions untuk para UMKM lokal, terutama dalam bidang pengelolaan logistik dan pengantaran barang.
Kehadiran layanan ini tentu membantu para UKM yang bisa lebih fokus pada marketing dan urusan rantai pengantaran logistik diurus oleh pihak lain (dalam hal ini perusahaan supply chain PTS.sc dan JNE). Hal ini juga tentu membuat industri kreatif di lokal bisa lebih berkembang karena lebih fokus pada produk.
Tantangan berikutnya bukan hanya lokal, tapi juga global. Berangkat dari konsep adanya pasar bebas dan meningkatnya impor barang dari luar negeri menjadi tantangan tersendiri bagi UKM dan industri kreatif yang ada di Indonesia.
Permasalahan inlah yang kemudian diangkat lagi dalam acara forum diskusi dengan tema pembahasan “Bersaing Secara Global dengan Industri Kreatif” Acara diskusi ini berlangsung di Mercure Hotel Setiabudi Bandung, 31 Mei 2018 yang tentunya dilanjutkan dengan acara berbuka puasa. Tapi saya takan bahas soal buka puasanya yah.

Dalam diskusi tersebut, hadir 5 narasumnber dari berbagai kalangan. Ada Agung Suryamal, Ketua Umum Kadin Jawa Barat yang bahas industri logistik di era digitalisasi e-commerce. Ada Slamet Aji Pamungkas dari Kasubdit Pengembangan Kota Kreatif Bekraf Indonesia. Rimma Bawazier, Enterpreuneur Fashion yang punya banyak brand fashion terkenal di Indonesia. Eri Palgunadi, VP of Marketing JNE dan narasumber yang terakhir adalah Setijadi dari Suply Chain Indonesia.
Untuk memimpin diskusi, hadir moderator yang merupakan Redaktur Bisnis Indonesia, Hendra Wibawa.

Dalam diskusi yang berlangsung cukup serius tersebut dibahas beberapa pokok persoalan seperti
- Neraca Ekonomi Indonesia yang defisit karena impor lebih besar dari sektor.
- Tantangan untuk industri kreatif agar bisa memiliki peran untuk meningkatkan ekspor
- Permasalahan logistik dan birokrasi yang seringkali jadi penghambat urusan ekspor
- Soal SDM dari Bekraf untuk pemasaran, riset, dan edukasi dalam dunia industri kreatif
- Permasalahan modal dan infrastruktur untuk mendukung industri kreatif di ranah global
- Pembelajaran tentang bagaimana menjadi entrepeneuer dan tantangan yang dihadapi
- Perkembangan JNE dan tantangannya dalam menghadapi perkembangan digital
Jika menilik pembahasan, memang terlihat seperti matieri yang serius dalam sebuah kampus. Tapi memang permasalahan tantangan industri kreatif ini merupakan hal yang serius untuk dibahas.
Kalau saya bisa ambil simpulan dari diskusi, JNE ingin mencari titik temu dalam meningkatkan industri kreatif di ranah global dengan dukungan infrastruktur dan proses birokrasi yang jelas.
Tentunya hal ini dilakukan karena persoalan serius mengenai data dari BPS atau Badan Pusat Statistik yang memiliki catatan bahwa pada April 2018 ini, Indonesia mengalami defisit US$1,63 Milyar. Hal ini disebabkan karena nilai ekspor Indonesi hanya US$14,47 dan impor mencapai US$14,05
JNE juga ingin menghadirkan contoh tokoh sukses sebagai role model bahwa industri kreatif mampu menghasilkan seorang pengusaha muda yang sudah sukses (plus cantik tentunya).
Dengan berbagai tantangan yang ada, diharapkan kedepan akan muncul para pelaku industri kreatif yang bisa masuk ranah global. Tujuannya agar ekonomi kreatif Indonesia bisa meningkat sampai US$60 milyar. Tentunya hal tersebut harus dibarengi juga dengan dukungan infrastruktur dan kebijakan ekspor yang optimal.